Minggu, 01 Juni 2014

DETEKSI DAN PENANGANAN KOMPLIKASI DAN PENYULIT DALAM PERSALINAN KALA III DAN KALA IV

A. Atonia Uteri
1.    Definisi
Antonia Uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Sarwono, 2010)
2.    Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
a.    Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau bayi besar
b.    Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
c.     Multipara dengan jarak kelahiran pendek
d.    Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep
e.     Malnutrisi.
f.     Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun
g.     Infeksi Intrauterin
h.    Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya
3.    Tanda dan Gejala
a.    Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak lagi sebagai anti pembeku darah.
b.    Konsistensi rahim lunak


c.     Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal
d.    Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ektremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain
4.    Diagnosis
a.    Data Subjektif
Ibu mengatakan merasa mules pada perut bagian bawah.
b.    Data Objektif
Pemeriksaan fisik : Uterus tidak berkontraksi dan lunak serta terjadi perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir > 500 cc
5.    Pencegahan atonia uteri
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam. Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit. Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum.
6.    Penanganan Atonia Uteri
a.    Penanganan Umum
1)    Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
2)    Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital.
3)    Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat.
4)    Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
5)    Pastikan bahwa kontraksi uterus baik:
6)    Lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM
7)    Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
8)    Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.
9)    Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10)     Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa kadar Hemoglobin:
a)    Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
b)    Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
b.    Penanganan Khusus
1)    Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
2)    Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
3)    Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
4)    Jika uterus berkontraksi. Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
5)    Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong.  Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan.
6)    Jika perdarahan terus berlangsung:
Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut. Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
7)    Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan, lakukan:
a)    Kompresi bimanual internal atau Kompresi aorta abdominalis Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
b)    Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin. Ulangi KBI, jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat.
c)     Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.




B. Retensio Plasenta
1.    Definisi
Retensio plasenta adalah plasenta masih berada didalam uterus selama lebih dari setengah jam bayi lahir (Sarwono, 2010)
2.    Sebab sebab :
a.    Sebab sebab fungsioniil
1)    his kurang kuat (sebab terpenting)
2)    plasenta sukar terlepas karena :
a)    Tempatnya : insersi di sudut tuba
b)    Bentuknya : plasenta membranacea, plasenta anularis.
c)     Ukurannya : plasenta yang sangat kecil
Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas disebut plasenta adhaesiva.
b.    Sebab patologi-anatomis:
1)    placenta accrete
2)    placenta increta
3)    placenta percreta
3. Etiologi
a.    Plasenta belum lepas dari didnding uterus
b.    Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III)
c.     Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
d.    Plasenta melekat  erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus desidua sampai miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)
4.    Penatalaksanaan
a.    Jika plasenta terliahat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengejan. Jika anda dapat merasakan adanya plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
b.    Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan katerisasi kandung kemih
c.     Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM, jika belum dilakukan dalam penanganan aktif kala III
d.    Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali
e.     Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalan untukmengeluarkan plasenta secara manual. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudam menunjukan koagulapati
f.     Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan antibiotik untuk metritis.
C.  Emboli air ketuban
1.    Definisi
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Dua puluh lima persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli cairan ketuban jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis yang dibuat adalah shock obastetrik, perdarahan post partum atau edema pulmoner akut.
2.    Etiologi
a.    Multiparitas
b.    Usia lebih dari 30 tahun
c.     Janin besar intrauteri
d.    Kematian janin intrauteri
e.     Menconium dalam cairan ketuban
f.     Kontraksi uterus yang kuat
g.     Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
3.    Patofisiologi
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru. 
4.    Manifestasi Klinis
a.    Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada saat pengukuran ( Hipotensi )
b.    Dyspnea
c.     Batuk
d.    Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia.
e.     Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin dapat turun hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan ini berlangsung selama 10 menit atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau kurang lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan Bradycardia terminal.
f.     Pulmonary edema.
g.     Cardiac arrest.
h.    Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang berlebihan setelah melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan dengan pijat bimanual diagnostik.
i.      Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.)

5.  Pemeriksaan Diagnostik
a.    Gas darah arteri : pObiasanya menurun.
b.    Tekanan vena sentralis dapat meningkat, normal, atau subnormal tergantung pada kuantitas hilangnya darah. Darah vena sentralis dapat mengandung debris selular cairan amninon.
c.     Gambaran koagulasi ( fibrinogen, hitung jumlah trombosit, massa protrombin, produk pecahan fibrin. Dan massa trombo[lastin parsial ) biasanya abnormal , menunjukkan DIC.
d.    EKG dapat memperlihatkan regangan jantung kanan akut.
e.     Keluaran urin dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
f.     Foto toraks biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukkan infiltrate. Scan paru dapat memperlihatkan defek perfusi yang sesuai dengan proses emboli paru.
6. Penatalaksanaan
a.    Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek yang khusus ( atonia uteri , defek koagulasi ).
b.    Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia & perdarahan .
c.     Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia uteri.
d.    Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .
e.     Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan menghambat proses perbekuan.
f.     Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada bronkospasme
g.     Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos bronkus, dan peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung. Obat ini di berikan perlahan – lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan darah sistolik kira – kira 100 mmHg.
h.    Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
i.      Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler dengan menghambat proses pembekuan.
j.      Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.
k.    Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan sedian trombosit.
l.      Defek koagulasi  harus dikoreksi dengan menggunakan heparin / fibrinogen.
m.   Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan pembebanan berlebihan dalam sirkulasi darah.
n.    Digitalis berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung.
7. Komplikasi
a.    Edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah jantung kanan.
b.    Ganguan pembekuan darah.

D. Robekan Jalan Lahir
1.    Definisi
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
2.    Etiologi
a. Faktor Maternal
1)    Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong
2)    Pasien tidak mampu berhenti mengejan
3)    Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
4)    Edema dan kerapuhan pada perineum
5)    Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum
6)    Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior.
7)    Peluasan episiotomi
b. Faktor-faktor janin :
1)    Bayi yang besar
2)    Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan occipitoposterior
3)    Kelahiran bokong
4)    Ekstrasksi forceps yang sukar
5)    Dystocia bahu
6)    Anomali congenital, seperti hydrocephalus.
3.    Klasifikasi
a.    Robekan Perinium
1)    Pengertian
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika
2)    Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
a)    Tingkat I           : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
b)    Tingkat II         : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
c)     Tingkat III        : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
d)    Tingkat IV        : Robekan sampai mukosa rektum
3)    Penatalaksanaan
a)    Robekan perineum yang melebihi tingkat satu harus dijahit. Hal ini dapat dilakukan sebelum plasenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus dilakukan secara manual, tetapi lebih baik tindakan itu ditunda sampai plasenta lahir. Pasien dianjurkan untuk berbaring dalam posisi litotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan antiseptic dan luas robekan ditentukan dengan seksama.
b)   Pada robekan perineum tingkat dua, setelah di beri anestesi local otot-otot diafragma urogenetalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikutsertakan jaringan- jaringan di bawahnya.
c)    Menjahit robekan tingkat tiga harus dilakukan dengan teliti, mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian vasia prarektal ditutup dan muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya dilakukan penutupan robekan perineum tingkat dua
b.    Vagina
1)    Faktor resiko:
a)    Melahirkan janin dengan cunam.
b)    Ekstraksi bokong
c)     Ekstraksi vakum
d)    Reposisi presintasi kepala janin, umpanya pada letak oksipto posterior.
e)     Sebagai akibat lepasnya tulang simfisis pubis (simfisiolisis) bentuk robekan vagina bisa memanjang atau melintang.
2)    Komplikasi robekan vagina antara lain :
a)    Perdarahan pada umumnya pada luka robek yang kecil dan superfisial terjadi perdarahan yang banyak, akan tetapi jika robekan lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai pembuluh darah dapat menimbulkan perdarahan yang hebat.
b)    Infeksi jika robekan tidak ditangani dengan semestinya dapat terjadi infeksi bahkan dapat timbul septikami.


c.     Robekan Serviks
Bibir serviks uteri merupakan jaringan yang mudah mengalami perlukaan saat persalinan karena perlukaan itu portio vaginalis uteri pada seorang multipara terbagi menjadi bibir depan dan belakang. Robekan serviks dapat menimbulkan perdarahan banyak khususnya bila jauh ke lateral sebab di tempat terdapat ramus desenden dari arateria uterina. Perlukaan ini dapat terjadi pada persalinan normal tapi lebih sering terjadi pada persalinan dengan tindakan – tindakan pada pembukaan persalinan belum lengkap. Selain itu penyebab lain robekan serviks adalah persalinan presipitatus. Pada partus ini kontraksi rahim kuat dan sering didorong keluar dan pembukaan belum lengkap. Diagnose perlukaan serviks dilakukan dengan speculum bibir serviks dapat di jepit dengan cunam atromatik. Kemudian diperiksa secara cermat sifat- sifat robekan tersebut. Bila ditemukan robekan serviks yang memanjang, maka luka dijahit dari ujung yang paling atas, terus ke bawah. Pada perlukaan serviks yang berbentuk melingkar, diperiksa dahulu apakah sebagian besar dari serviks sudah lepas atau tidak. Jika belum lepas, bagian yang belum lepas itu dipotong dari serviks, jika yang lepas hanya sebagian kecil saja itu dijahit lagi pada serviks. Perlukaan dirawat untuk menghentikan perdarahan.
Penjahitan robekan serviks :
1)         Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan anti septik ke vagina dan serviks
2)         Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak dibutuhkan pada sebagian besar robekan serviks. Berikan petidin dan diazepam melalui IV secara perlahan (jangan mencampur obat tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan ketamin untuk robekan serviks yang tinggi dan lebar
3)         Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk membantu  mendorong serviks jadi terlihat
4)         Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks, jika perlu
5)         Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan hati–hati. Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan.
6)         Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas robekan) yang seringkali menjadi sumber pendarahan.
7)         Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglikolik 0.
8)         Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan forcep arteri atau forcep cincin. Pertahankan forcep tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat pendarahan karena upaya tersebut dapat mempererat pendarahan. Selanjutnya :
9)         Setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan dikeluarkan.
10)      Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep

E. Inversio Uteri
1.    Definisi
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam cavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasany disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok.
2.    Klasifikasi
a.  Inversio uteri completa
Pada inversio uteri, uterus terputar balik, sehingga fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar
b.    Inversio uteri incomplete
Fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar ostuim uteri.
c.     inversio prolaps.
 Kalau uterus yang berputar balik itu keluar dari vuva
3.    Etiologi
a.    Tonus otot rahim yang lemah
b.    Adanya atonia uteri
c.     Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intra abdominal, tekanan dengan tangan, dan tarikan pada tali pusat)
d.    Kanalis servikalis yang longgar.
e.     Tekanan intra abdominalyang keras dan tiba-tiba, misalnya batuk keras atau bersin-bersin

4.    Tanda dan gejala
a.    Syok karena kesakitan
b.    Fundus uteri sama sekali tidak teraba tekukan pada fundus
c.     Perdarahan banyak bergumpal
d.    Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau  tanpa plasenta yang masih melekat
e.     Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bla kejadiannya cukup lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis dan infeksi
5.    Penatalaksanaan
a.    Atasi syok dengan pemberian infus RL dan bila perlu transfusi darah
b.    Reposisi manual dalam anestesi umur sesudah syok teratasi (secara Johnson). Jika plasenta belum lepas, baiknya plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum uteri di reposisi berhasil, diberi drip oksitosin dan dapat juga dilakukan kompresi bimanual. Pemasangan tampon rahim dilakukan supaya tidak terjadi lagi insersio.
c.      Jika reposisi manual tidak berhasil, dilakukan reposisi operatif.
Uterus dikatakan inversi jika uterus terbalik selama pelahiran plasenta. Reposisi uterus harus dilakukan segera. Semakin lama cincin konstriksi di sekitar uterus yang inversi semakin kaku dan uterus lebih membengkak karena terisi darah.
d.    Jika ibu mengalami nyeri hebat, berikan petidin 1mg/kg berat badan (tetapi tidak lebih dari 100mg) melalui IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1mg/kg berat badan melalui IM.
e.     Jika perdarahan berlanjut, kaji status pembekuan darah dengan menggunakan uji pembekuan darah di sisi tempat tidur. Kegagalan darah untuk membeku setelah tujuh menit atau terbentuk bekuan darah lunak yang mudah pecah menunjukan koagulopati.
f.     Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksi setelah memperbaiki inversi uterus.
g.     Ampisilin 2g melalui IV DITAMBAH metronidazol 500mg melalui IV
h.    Atau sefazolin 1g melalui IV DITAMBAH metrinidazol 500mg melalui IV
i.      Jika terdapat tanda tanda infeksi (demam,rabas vagina berbau busuk),berikan antibiotik sebagaimana untuk mengobati metritis
j.      Jika dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi per vagina. Histerektomi per vagina dapat memerlukan rujukan ke pusat perawatan tersier.