- Pengertian
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan
Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program
KIA disuatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak
lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga
berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan
balita. Dengan manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat menjangkau
seluruh sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan risiko/komplikasi
kebidanan dapat ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh penanganan yang
memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai
sebagai alat motivasi, informasi dan komunikasi kepada sektor terkait,
khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran
maupun membantu dalam memecahkan masalah non teknis misalnya: bumil KEK,
rujukan kasus dengan risiko. Pelaksanaan PWS KIA baru berarti bila dilengkapi
dengan tindak lanjut berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA. PWS KIA
dikembangkan untuk intensifikasi manajemen program. Walaupun demikian, hasil
rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan kabupaten dapat dipakai untuk
menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula rekapitulasi
PWS KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk menentukan kabupaten yang
rawan.
- Tujuan
1. Umum
Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja
puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus
menerus.
2. Khusus
a. Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator
secara teratur (bulanan) dan terus menerus.
b. Menilai kesenjangan antara target dengan pencapaian.
c. Menentukan urutan daerah prioritas yang akan ditangani secara
intensif.
d. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia.
e. Membangkitkan peran pamong dalam menggerakkan sasaran dan
mobilisasi sumber daya.
- Prinsip Pengelolaan Program KIA
Pengelolaan program KIA bertujuan
memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif
dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok
sebagai berikut:
1.
Peningkatan pelayanan
antenatal bagi seluruh ibu hamil di semua pelayanan kesehatan dengan mutu
sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
2.
Peningkatan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan diarahkan ke fasilitas kesehatan.
3.
Peningkatan pelayanan
kesehatan bayi baru lahir, bayi dan anak balita di semua pelayanan kesehatan
yang bermutu dan sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
4.
Peningkatan deteksi dini
risiko/komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan maupun
masyarakat.
5.
Peningkatan penanganan
komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir secara adekuat dan pengamatan secara
terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
6.
Peningkatan pelayanan ibu
nifas, bayi baru lahir, bayi dan anak balita sesuai standar dan menjangkau
seluruh sasaran.
7.
Peningkatan pelayanan KB
berkualitas.
8.
Peningkatan deteksi dini
tanda bahaya dan penanganannya sesuai standar pada bayi baru lahir, bayi dan
anak balita.
9.
Peningkatan penanganan bayi
baru lahir dengan komplikasi sesuai standar.
Penjelasan dari di atas sebagai berikut:
1.
Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal yang berkualitas adalah yang sesuai dengan
standar pelayanan antenatal seperti yang ditetapkan dalam buku Standar
Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium
rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang
ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
a. Timbang berat badan dan ukur Tinggi badan
b. Ukur Tekanan darah
c. Ukur Tinggi fundus uteri
d. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus
Toksoid (TT) bila diperlukan
e. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
f. Test laboratorium (rutin dan khusus)
g. Tata laksana kasus
h. Temu wicara (konseling).
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan hemoglobin, protein
urine, gula darah, dan hepatitis B. Pemeriksaan khusus dilakukan didaerah
prevalensi tinggi dan atau kelompok perilaku berrisiko dilakukan terhadap HIV,
sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia. Dengan demikian maka
secara operasional, pelayanan antenatal disebut layak apabila dilakukan oleh
tenaga kesehatan serta memenuhi standar “ 7T ” tersebut. Ditetapkan pula bahwa
frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan
distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
a. Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
b. Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
c. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk
menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini risiko, pencegahan
dan penanganan komplikasi.
2.
Pertolongan Persalinan
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pencegahan infeksi
b. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
c. Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
d. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
e. Memberikan pada bayi baru lahir : Vit K 1, salep mata dan
imunisasi Hepatitis B0 (Hep B0).
3.
Pelayanan Kesehatan Ibu
Nifas
Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan
pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal
sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu.
a. Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam setelah persalinan sampai
dengan 7 hari.
b. Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan.
c. Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan.
Pelayanan yang diberikan adalah :
- Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
- Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
- Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
- Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
- Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali (2 x 24 jam).
- Pelayanan KB pasca persalinan
4.
Deteksi Dini dan penanganan
risiko/komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir.
Penjaringan dini kehamilan berisiko adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menemukan ibu hamil dengan risiko/komplikasi kebidanan. Kehamilan
merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi tetap mempunyai risiko untuk
terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan
masyarakat tentang adanya risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat
sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan penurunan angka kematian ibu dan
bayi yang dilahirkannya. Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
- Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
- Anak lebih dari 4.
- Jarak persalinan terakhir dan kehamilan skarang kurang dari 2 tahun.
- Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau gizi buruk dengan Indeks massa tubuh
- Anemia : Hemoglobin
- Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang
- Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
- Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain: Tuberkulosis, Kelainan jantung-ginjal-hati, Psikosis, Kelainan endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus Eritematosus dll), Tumor dan Keganasan
- Riwayat kehamilan buruk: Keguguran berulang, Kehamilan Ektopik Terganggu, Mola Hidatidosa, Ketuban Pecah Dini, Bayi dengan cacat kongenital
- Riwayat persalinan berisiko: Persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi vakum/ forseps
- Riwayat nifas berisiko: Perdarahan pasca persalinan, Infeksi masa nifas, Psikosis post partum (post partum blues)
- Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital.
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan
nifas antara lain:
- Perdarahan pervaginam pada kehamilan: Keguguran, Plasenta Previa, Solusio Plasenta
- Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik >140 mmHg, diastolik >90 mmHg), dengan atau tanpa edema pre-tibial.
- Kelainan jumlah janin: Kehamilan ganda, janin dampit, monster.
- Kelainan besar janin: Pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
- Kelainan letak & posisi janin: Lintang/Oblique, Sungsang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu.
- Ancaman persalinan prematur.
- Ketuban pecah dini.
- Infeksi berat dalam kehamilan: Demam berdarah, Tifus abdominalis, Sepsis.
- Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju.
- Perdarahan pasca persalinan: atonia uteri, retensi plasenta, robekan jalan lahir, kelainan darah.
- Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat
penanganan yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan
transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko
tinggi. Oleh karenanya Deteksi faktor risiko pada ibu baik oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah
kematian dan kesakitan ibu.
5.
Penanganan Komplikasi
Kebidanan
Pelayanan Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu
mulai 6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Diperkirakan
sekitar 15-20% ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam
kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalkan sebelumnya,
oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar
komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani. Untuk meningkatkan
cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan, maka diperlukan adanya
fasilititas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan obstetri dan
neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari bidan, puskesmas mampu PONED sampai
rumah sakit PONEK 24 jam. Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas
mampu PONED meliputi pelayanan obstetri yang terdiri dari :
a. Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
b. Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (pre-eklampsi
dan eklampsi)
c. Pencegahan dan penanganan infeksi.
d. Penanganan partus lama/macet.
e. Penanganan abortus.
Sedangkan pelayanan neonatus meliputi :
a. Pencegahan dan penanganan asfiksia.
b. Pencegahan dan penanganan hipotermia.
c. Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
d. Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus,
ikterus ringan–sedang
e. Pencegahan dan penanganan gangguan minum.
6.
Pelayanan Kesehatan Neonatus
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat
kelainan pada bayi atau bayi mengalami masalah kesehatan. Risiko terbesar
kematian Bayi Baru Lahir terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama
dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan
sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam
pertama. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan neonatal I sekaligus
memastikan bahwa bayi dalam keadaan sehat pada saat bayi pulang atau bidan
meninggalkan bayi jika persalinan di rumah. Pelayanan kesehatan neonatal dasar
menggunakan pendekatan komprehensif, Manajemen Terpadu Bayi Muda untuk
bidan/perawat, yang meliputi:
a.
Pemeriksaan tanda bahaya
seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah.
b.
Perawatan tali pusat
c.
Pemberian vitamin K1 bila
belum diberikan pada saat lahir
d.
Imunisasi Hep B 0 bila belum
diberikan pada saat lahir
e.
Konseling terhadap ibu dan
keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan
perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan Buku KIA
f.
Penanganan dan rujukan kasus
g.
Pelayanan kesehatan neonatus
(bayi berumur 0 - 28 hari) dilaksanakan oleh dokter spesialis
anak/dokter/bidan/perawat terlatih, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui
kunjungan rumah. Setiap neonatus harus diberikan pelayanan kesehatan sedikitnya
dua kali pada minggu pertama, dan satu kali pada minggu kedua setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan
neonatus:
a. Kunjungan Neonatal hari ke-1 (KN 1):
1) Untuk bayi yang lahir di fasilitas kesehatan pelayanan dapat
dilaksanakan sebelum bayi pulang dari fasilitas kesehatan (≥ 24 jam).
2) Untuk bayi yang lahir di rumah, bila bidan meninggalkan bayi
sebelum 24 jam, maka pelayanan dilaksanakan pada 6 - 24 jam setelah lahir.
b. Kunjungan Neonatal hari ke-3 (KN 2):
Pada hari ketiga.
c. Kunjungan Neonatal minggu ke-2 (KN 3)
Pada minggu kedua
7.
Pelayanan Kesehatan Bayi
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap
pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan
pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta
peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan
demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi. Pelayanan
kesehatan tersebut meliputi:
a. Pemberian imunisasi dasar (BCG, Polio 1-4, DPT-HB 1-3, Campak)
b. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK)
c. Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 - 11 bulan)
d. Konseling ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI
e. Konseling pencegahan hipotermi dan perawatan kesehatan bayi di
rumah menggunakan Buku KIA
f. Penanganan dan rujukan kasus
Pelayanan kesehatan bayi (29 hari-11 bulan) dilaksanakan oleh
dokter spesialis anak/dokter/bidan/perawat terlatih baik di fasilitas kesehatan
maupun melalui kunjungan rumah. Setiap bayi berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan sedikitnya satu kali pada triwulan I, satu kali pada triwulan II,
satu kali pada triwulan III dan satu kali pada triwulan IV. Pelaksanaan
pelayanan kesehatan bayi:
- Kunjungan bayi antara umur 29 hari– 3 bulan
- Kunjungan bayi antara umur 3 – 6 bln
- Kunjungan bayi antara umur 6 – 9 bln
- Kunjungan bayi antara umur 9 – 11 bln
8.
Pelayanan kesehatan anak
balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual
berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana
terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta
pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada
masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ
tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Dilain pihak upaya deteksi dini
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat
penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah
yang lebih berat . Pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan
terhadap anak yang berumur 12 - 59 bulan yang sesuai dengan standar oleh tenaga
kesehatan, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas sektor lain,
yang meliputi :
a.
Pelayanan pemantauan
pertumbuhan setiap bulan yang tercatat dalam Buku KIA/KMS, dan pelayanan
Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) serta mendapat
Vitamin A 2 kali dalam setahun.
b.
Pemantauan pertumbuhan
adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku
KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat
badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan
kesehatan
c.
Pelayanan SDIDTK meliputi
pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan
kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK
diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung.
d.
Suplementasi Vitamin A dosis
tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak balita minimal 2 kali pertahun. Kepemilikan
dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
9.
Pelayanan KB Berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB yang sesuai dengan
standar dengan menghormati hak individu sehingga diharapkan mampu meningkatkan
derajat kesehatan dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan). Pelayanan KB
bertujuan untuk menunda, menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dengan
menggunakan metode kontrasepsi. Metode kontrasepsi meliputi:
a. KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi).
b. Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
c. Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan
tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif
(Contraceptive Prevalence Rate/CPR) mencapai 60,3% (SDKI 2002) dan angka ini
merupakan pencapaian tertinggi diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian
metode yang dipakai lebih banyak menggunakan metode jangka pendek seperti pil
dan suntik. Menurut data SDKI 2002 akseptor KB yang menggunakan suntik sebesar
21,1%, pil 15,4 %, AKDR 8,1%, susuk 6%, tubektomi 3%, vasektomi 0,4% dan kondom
0,7%. Hal ini terkait dengan tingginya angka putus pemakain (DO) pada metode
jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang terus-menerus. Disamping itu
pengelola program KB perlu memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan “4
terlalu” (terlalu muda, tua, sering dan banyak). Untuk mempertahankan dan
meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan pengelolaan program yang
berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis dan aspek manajerial
pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai
standard an variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu
dilakukan pelatihan klinis dan non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya
aspek manajerial, pengelola program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi
analisis situasi program KB dan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB.
- Batasan dan Indikator Pemantauan
1. Batasan
a. Pelayanan antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan
kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, yang
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan.
b. Penjaringan/deteksi dini kehamilan
beresiko
Kegiatan ini bertujuan menemukn bumil bresiko/komplikasi oleh
kader, dukun bayi dan tenaga kesehatan.
c. Kunjungan ibu hamil
Yang dimaksud kunjungan ibu hamil disini adalah kontak ibu hamil
dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan
standart yang ditetapkan. Istilah kunjungan disini tidak mengandung arti bahwa
ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi tidak kontak tenaga
kesehatan (di posyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah) dengan ibu hamil
untuk dapat memberikan pelayanan antenatal sesuai standar dapat dianggap
sebagai kunjungan ibu hamil.
d. Kunjungan baru ibu hamil (K1)
Adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.
e. K4
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat atau
lebih untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan
dengan syarat :
1) Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
2) Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
3) Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
f. Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal 2 kali
untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan neonatal baik di dalam
maupun di luar gedung puskesmas (termasuk bidan didesa, polindes dan kunjungan
rumah) dengan ketentuan :
1)
Kunjungan pertama kali pada
hari pertama sampai hari ketujuh (sejak 6 jam sampai setelah lahir 7 hari)
2)
Kunjungan ke dua kali pada
hari ke delapan sampai hari ke duapuluh delapan (8-28 hari)
3)
Pertolongan pertama oleh
tenaga kesehatan bukan merupakan kunjungan neonatal.
g. Kunjungan ibu nifas (KF)
Adalah kontak ibu nifas dengan tenaga kesehatan minimal 3 kali
untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan ibu nifas, baik didalam
maupun diluar gedung puskesmas termasuk bidan didesa, polindes dan kunjungan
rumah dengan ketentuan :
1) Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai hari ketujuh (1-7
hari)
2) Kunjungan ke dua kali pada hari ke delapan sampai hari ke duapuluh
delapan (8-28 hari)
3) Kunjungan ketiga kali pada hari keduapuluh sembilan sampai dengan
hari ke empatpuluh dua (29-42hari)
h. Sasaran ibu hamil
Sasaran ibu hamil adalah jumlah semua ibu hamil disuatu wilayah
dalam kurun waktu 1 tahun.
i.
Ibu hamil beresiko
Adalah ibu hamil yang mempunyai faktor
resiko dan resiko tinggi.
2. Indikator Pemantauan
Indikator pemantauan terdiri dari 2 kelompok yaitu indikator
pemantauan tehnis dan non tehnis.
a. Indikator Pemantauan Teknis
1) Akses Pelayanan Antenatal (Cakupan KI)
a)
Cakupan K1 adalah persentase
ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan.
b)
Indikator akses ini
digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan
program dalam menggerakkan masyarakat.
c)
Rumus yang dipakai untuk
perhitungannya adalah :
d) Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun
e)
Contoh Perhitungan :
Untuk menghitung perkiraan jumlah ibu hamil di desa/kelurahan X di
kabupaten Y yang mempunyai penduduk sebanyak 2.000 jiwa, maka: Jumlah ibu hamil
= 1,10 X 0,027 (CBR kabupaten Y) x 2.000 = 59,4. Jadi sasaran ibu hamil di desa/kelurahan
X adalah 59 orang.
2) Cakupan Ibu Hamil
(Cakupan K4)
a)
Cakupan ibu hamil K4 adalah
cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan
standar, paling sedikit empat kali disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
b)
Ibu hamil K4 adalah cakupan
ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar,
paling sedikit empat kali dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan
adalah minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua,
dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan.
c)
Kunjungan ibu hamil sesuai
standar
d)
Dengan indikator ini dapat
diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar
pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat
perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di samping menggambarkan kemampuan
manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
3) Cakupan Persalinan
oleh Tenaga Kesehatan (Pn) yang memiliki kompetensi kebidanan.
a)
Cakupan Persalinan oleh
Tenaga Kesehatan (Pn) yang memiliki kompetensi kebidanan adalah ibu bersalin
yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
b)
Pertolongan persalinan
adalah proses pelayanan persalinan dimulai dari kala I sampai dengan kala IV
persalinan.
c)
Tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi kebidanan adalah tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan
klinis kebidanan sesuai dengan standar.
d)
Dengan indikator ini dapat
diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan, dan ini
menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan
sesuai standar.
e)
Jumlah seluruh sasaran
persalinan dalam 1 tahun diperkirakan melalui perhitungan : CBR x 1,05 x Jumlah
penduduk setempat.
f)
Untuk menghitung perkiraan
jumlah ibu bersalin di desa/kelurahan X di kabupaten Y yang mempunyai penduduk
sebanyak 2.000 jiwa, maka: Jumlah ibu bersalin = 1,05 X 0,027 (CBR kabupaten Y)
x 2.000 = 56,7. Jadi sasaran ibu bersalin di desa/kelurahan X adalah 56 orang.
4) Cakupan pelayanan
nifas oleh tenaga kesehatan
a)
Cakupan pelayanan nifas
adalah pelayanan kepada ibu dan neonatal pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari
pasca persalinan sesuai standar.
b)
Nifas adalah periode mulai 6
jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan.
c)
Pelayanan nifas sesuai
standar adalah pelayanan kepada ibu nifas sedikitnya 3 kali, pada 6 jam pasca
persalinan sampai dengan 3 hari, pada minggu kedua, pada minggu ke empat
termasuk pemberian vitamin A 2 kali serta persiapan dan pemasangan KB pasca
persalinan.
d)
Jumlah seluruh ibu nifas
dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,05 x CBR x jumlah penduduk. Angka
CBR dan jumlah penduduk kab/kota didapat dari BPS masing – masing
kab/kota/propinsi pada kurun waktu tertentu. 1,05 adalah konstanta untuk
menghitung ibu nifas.
e)
Dengan indikator ini dapat
diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu nifas.
f)
Rumus yang digunakan :
g)
Contoh perhitungan :
Jumlah penduduk 500.000, angka kelahiran kasar (CBR) 2,3%, hasil
pelayanan nifas = 10.000 januari – desember 2008. maka cakupan pelayanan nifas
adalah 10000 X 100% = 82,82% .
5) Penjaringan
(deteksi) ibu hamil oleh masyarakat.
Dengan indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran
serta masyarakat dalam melakukan deteksi ibu hamil beresiko di suatu wilayah.
6) Cakupan pelayanan
Neonatal (KN 1) oleh tenaga kesehatan
Dengan indikator ini dapat diketahui akses/ jangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan neonatal. Jumlah sasaran bayi dalam 1 tahun dihitung
berdasarkan jumlah perkiraan (angka proyeksi) bayi dalam suatu wilayah
tertentu. Contoh perhitungan :
Untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu desa Z diN Kabupaten
Dumai Propinsi Riau yang mempunyai penduduk sebanyak 1500 jiwa, maka Jumlah
bayi = 0,0248 (CBR Kabupaten Dumai) x 1500 = 37,2. Jadi sasaran bayi di desa Z
adalah 37 bayi.
7) Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga
kesehatan
Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan ibu nifas
8) Penanganan
komplikasi obstetri
Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan
menangani kasus – kasus kegawatdaruratan obstetri pada ibu bersalin, yang
kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
9) Penanganan komplikasi neonatal
Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan
menangani kasus – kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian
ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi.
Indikator pemantauan program KIA tersebut merupakan indikator yang
digunakan para program pengelola KIA dan disesuaikan dengan kebutuhan program.
Oleh karena itu indikator tersebut disebut dengan pemantauan tehnis.
b. Indikator pemantauan Non – Teknis
Dalam upaya melibatkan lintas sektor terkait, khususnya para
aparat setempat, dipergunakan indikator indikator yang terpilih yaitu
1)
Cakupan K1, yang
menggambarkan keterjangkauan pelayanan KIA.
2)
CakupanK4, yang
menggambarkan kualitas pelayanan KIA.
3)
Cakupan persalinan oleh
tenaga kesehatan (PN/ pernakes), yang menggambarkan tingkat keamanan persalinan
4)
Cakupan penanganan
komplikasi kebidanan.
5)
Cakupan kunjungan nifas.
6)
Cakupan pelayanan KB aktif.
7)
Cakupan kunjungan neonatus.
8)
Cakupan kunjungan bayi.
Penyajian indikator–indikator tersebut kepada lintas sektor
ditujukan sebagai alat motivasi, informasi dan komunikasi dalam menyampaikan
kemajuan maupun permasalahan operasional program KIA, sehingga para aparat
dapat memahami program KIA dan memberikan bantuan sesuai kebutuhan. Indikator
pemantauan ini dapat dipergunakan dalam berbagai pertemuan lintas sektor di
semua tingkat administrasi pemerintah secara berkala dan disajikan setiap
bulan, untuk melihat kemajuan suatu wilayah. Bagi wilayah yang cakupannya masih
rendah diharapkan lintas sektor dapat menindak lanjuti sesuai kebutuhan dengan
menggerakkan masyarakat dan menggali sumber daya setempat yang diperlukan.
- Pembuatan Grafik Pws KIA
PWS KIA disajikan dalam bentuk grafik
dari tiap indikator yang dipakai, yang juga menggambarkan pencapaian tiap
desa/kelurahan dalam tiap bulan. Langkah – langkah pokok dalam pembuatan grafik
PWS KIA :
1. Penyiapan data
a. Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indikator
diperoleh dari catatan ibu hamil per desa/kelurahan, register kegiatan harian,
register kohort ibu dan bayi, kegiatan pemantauan ibu hamil per desa/kelurahan,
catatan posyandu, laporan dari bidan/dokter praktik swasta, rumah sakit
bersalin dan sebagainya.
b. Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah data
cakupan per desa/kelurahan dalam kurun waktu yang sama
b. Misalnya: untuk membuat grafik cakupan K4 bulan juni di wilayah
kerja puskesmas X, maka diperlukan data cakupan K4 desa/kelurahan A,
desa/kelurahan B, desa/kelurahan C, dst pada bulan Juni.
c. Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah data
cakupan per bulan
d. Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang
mempunyai korelasi misalnya K1, K4 dan Pn.
2. Pembuatan Grafik.
Grafik Antar Wilayah ++++> PR
Contoh grafik cakupan K1 bulan Juni 2008 di puskesmas X.
Indikator Desa/ kelurahan A Desa/ kelurahan B Desa/ kelurahan C
Desa/ kelurahan D Puskesmas X
K1 Kumulatif
K1 Juni 2008 40% 30% 50% 60%
K1 Mei 2008
a.
Perhitungan untuk cakupan
K1(akses).
Pencapaian kumulatif per desa/kelurahan adalah :
Pencapaian cakupan kunjungan pertama ibu hamil per desa selama
bulan Juni 2007 X 100% .Sasaran ibu hamil per desa selama 1 tahun. Langkah –
langkah yang dilakukan dalam membuat grafik PWS KIA (dengan menggunakan contoh
indikator cakupan K1) adalah sebagai berikut menentukan target rata – rata per
bulan untuk menggambarkan skala pada garis vertical (sumbu Y).
Misalnya : target cakupan ibu hamil baru
(cakupan K1) dalam 1 tahun ditentukan 100 % (garis a), maka sasaran pencapaian
kumulatif sampai dengan bulan Juni adalah (6 x 8,3 %) = 50,0% (garis b).
b. Hasil perhitungan pencapaian
kumulatif cakupan K1 per desa/kelurahan sampai dengan bulan Juni dimasukkan ke
dalam jalur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi
di sebelah kiri dan terendah di sebelah kanan, sedangkan pencapaian untuk
puskesmas dimasukkan ke dalam kolom terakhir.
c. Nama desa/kelurahan bersangkutan
dituliskan pada lajur desa/kelurahan, sesuai dengan cakupan kumulatif
masing–masing desa/kelurahan yang dituliskan pada butir b diatas.
d. Hasil perhitungan pencapaian pada bulan ini
(Juni) dan bulan lalu (Mei) untuk tiap desa/kelurahan dimasukkan ke dalam lajur
masing – masing.
Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur tren. Bila
pencapaian cakupan bulan ini lebih besar dari bulan lalu, maka digambar anak
panah yang menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih
rendah dari cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang menunjukkan
kebawah, sedangkan untuk cakupan yang tetap/sama gambarkan dengan tanda (-).
- Analisis Tindak Lanjut
Analisis yang dapat dilakukan mulai dari
yang sederhana hingga analisis lanjut sesuai dengan tingkatan penggunaannya.
1. Analisis Sederhana
Analisis ini membandingkan cakupan hasil
kegiatan antar wilayah terhadap target dan kecenderungan dari waktu ke waktu.
Analisis sederhana ini bermanfaat untuk mengetahui desa/kelurahan mana yang
paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang harus dilakukan.
Contoh :
Analisis dari grafik cakupan ibu hamil baru (akses) pada
pemantauan bulan Juni 2008 dapat digambarkan dalam matriks seperti dibawah ini.
Desa/ kelurahan Cakupan terhadap target Terhadap cakupan bulan
lalu Status Desa/kelurahan
Diatas Dibawah Naik Turun Tetap
Dari matriks diatas dapat dismpulkan adanya 4 macam status cakupan
desa/kelurahan, yaitu :
- Status baik.
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan
diatas target yang ditetapkan untuk bulan Juni 2008, dan mempunyai
kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap jika dibandingkan
dengan cakupan bulan lalu. Desa/kelurahan-desa/kelurahan ini adalah
desa/kelurahan A dan desa/kelurahan B. Jika keadaan tersebut berlanjut, maka
desa/kelurahan-desa/kelurahan tersebut akan mencapai atau melebihi target tahunan
yang ditentukan.
- Status kurang.
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan
diatas target bulan Juni 2008, namun mempunyai kecenderungan cakupan bulanan
yang menurun jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa/kelurahan dalam
kategori ini adalah desa/kelurahan C, yang perlu mendapatkan perhatian karena
cakupan bulan lalu ini hanya 5% (lebih kecil dari cakupan bulan minimal 7,5%).
Jika cakupan terus menurun, maka desa/kelurahan tersebut tidak akan mencapai
target tahunan yang ditentukan.
- Status cukup.
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan
dibawah target bulan Juni 2008, namun mempunyai kecenderungan cakupan bulanan
yang meningkat jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa/kelurahan
dalam kategori ini adalah desa/kelurahan D, yang perlu didorong agar cakupan
bulanan selanjutnya tidak lebih daripada cakupan bulanan minimal 7,5%. Jika
keadaan tersebut dapat terlaksana , maka desa/kelurahan ini kemungkinan besar
akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
- Status jelek.
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan
dibawah target bulan Juni 2008,dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang
menurun dibandingkan dengan bulan lalu. Desa/kelurahan dalam kategori ini
adalah desa/kelurahan E, yang perlu diprioritaskan untuk pembinaan agar cakupan
bulanan selanjutnya dapat ditingkatkan diatas cakupan bulanan minimal agar
dapat mengejar kekurangan target sampai bulan Juni, sehingga dapat pula
mencapai target tahunan yang ditentukan.
2. Analisis Lanjut
Analisis ini dilakukan dengan cara
membandingkan variable tertentu dengan variable terkait lainnya untuk
mengetahui hubungan sebab akibat antar variable yang dimaksud. Contoh analisis
lanjut .
Analisis grafik PWS KIA K1, K4, Pn
Desa/ kelurahan Cakupan K1 Cakupan K4
Cakupan Pn Keterangan
A
B
C
D
E 70 %
85 % 60 %
70 % 50 % DO K4
DO Pn
Apabila Drop Out (DO) K1 - K4 lebih dari 10 % berarti wilayah
tersebut bermasalah dan perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut.
Drop Out tersebut dapat disebabkan karena ibu yang kontak pertama
(K1) dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari 3 bulan.
Sehingga diperlukan intervensi peningkatan pendataan ibu hamil yang lebih
intensive.
3. Rencana
tindak lanjut.
Bagi kepentingan program, analisis PWS
KIA ditujukan untuk menghasilkan suatu keputusan tindak lanjut teknis dan
non-teknis bagi puskesmas. Keputusan tersebut harus dijabarkan dalam bentuk
rencana operasional jangka pendek untuk dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapi sesuai dengan spesifikasi daerah. Rencana operasional tersebut perlu
dibicarakan dengan semua pihak yang terkait :
- Bagi desa/kelurahan yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan pelayanan KIA perlu dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan antara lain perbaikan mutu pelayanan.
- Bagi desa/kelurahan berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek, perlu prioritas intervensi sesuai dengan permasalahan.
- Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik) harus dibicarakan dalam pertemuan mini lokakarya puskesmas dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan dari kabupaten/kota).
- Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan sasaran, dan mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan pada rapat koordinasi kecamatan dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan dari kabupaten/kota).
- Pelembagaan PWS KIA
Dalam upaya pelembagaan PWS KIA dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Penunjukkan petugas pengolahan data di tiap tingkatan, untuk
menjaga kelancaran pengumpulan data.
a.
Data hasil kegiatan
dikumpulkan oleh puskesmas ditabulasikan kemudian dikirimkan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota.
b.
Di puskesmas disusun PWS KIA
tingkat puskesmas (per desa/kelurahan) dan di dinas kesehatan kabupaten/kota
disusun PWS KIA tingkat kabupaten/kota (per puskesmas).
2. Pemanfaatan pertemuan lintas program.
Penyajian PWS KIA pada pertemuan teknis bulanan ditingkat
puskesmas (mini lokakarya) dan kabupaten/kota (pertemuan bulanan dinas
kesehatan kabupaten/kota), untuk menginformasikan hasil yang telah dicapai,
identifikasi masalah, merencanakan perbaikan serta menyusun rencana operasional
periode berikutnya. Pada pertemuan tersebut wilayah yang berhasil diminta untuk
mempresentasikan upayanya.
3. Pemantauan PWS KIA untuk meyakinkan lintas sektoral.
PWS disajikan serta didiskusikan pada pertemuan lintas sektoral
ditingkat kecamatan dan kabupaten/kota, untuk mendapatkan dukungan dalam
pemecahan masalah dan agar masalah operasional yang dihadapi dapat dipahami
bersama, terutama yang berkaitan dengan motivasi dan penggerakan masyarakat
sasaran.
4. Pemanfaatan PWS KIA sebagai bahan Musrenbang desa dan
kabupaten/kota
Musrenbang adalah suatu proses perencanaan di tingkat desa dan
kabupaten/kota. Bidan di desa dapat memberikan masukan berdasarkan hasil PWS
KIA kepada tim musrenbang.


