Kamis, 12 Juni 2014

IBU HAMIL DENGAN PENYAKIT JANTUNG


A.    Pengertian
Kehamilan akan menimbulkan perubahan pada sistem kardiovaskuler. Wanita dengan penyakit kardiovaskuler dan menjadi hamil, akan terjadi pengaruh timbal balik yang dapat merugikan kesempatan hidup wanita tersebut. Pada kehamilan dengan jantung normal, wanita dapat menyesuaikan kerjanya terhadap perubahan-perubahan secara fisiologis. Dalam kondisi tidak hamil, penyakit jantung itu sendiri sudah mengalami permasalahan dalam memompakan darah ke seluruh tubuh. Pada saat hamil mulai minggu ke enam volume darah ibu semakin meningkat sampai dengan 50 % karena proses pengenceran darah. Aliran darah akan lebih banyak dipompakan ke peredaran darah rahim melalui  ari–ari untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin sehingga kerja jantung menjadi lebih berat.
  1. Etiologi
1.    Penyakit Jantung Akibat Demam Reumatik
       Sebagian besar penyakit jantung pada kehamilan disebabkan oleh demam rematik. Diagnosis demam rematik pada kehamilan sering sulit, bila berpatokan pada criteria Jones sebagai dasar untuk diagnosis demam rematik aktif. Manifestasi yang terbanyak adalah poliartritis migrant serta karditis. Perubahan kehamilan yang menyulitkan diagnosis demam rematik adalah nyeri sendi pada wanita hamil mungkin oleh karena sikap tubuh yang memikul beban yang lebih besar sehubungan dengan kehamilannya serta meningkatnya laju endap darah dan jumlah leukosit. Bila terjadi demam rematik pada kehamilan, maka prognosisnya akan buruk. Adanya aktivitas demam rematik dapat diduga bila terdapat:
a.       Suhu subfebris dengan takikardi yang lebih cepat dari semestinya
b.      Leukositosis dan laju endap darah yang tetap tinggi
c.       Terdengar desir jantung yang berubah-ubah sifatnya maupun tempatnya 
2.    Penyakit Jantung Kongenital
                    Biasanya kelainan jantung bawaan oleh penderita sebelum kehamilan, akan tetapi kadang-kadang dikenal oleh dokter pada pemeriksaan fisik waktu hamil. Dalam usia reproduksi dapat dijumpai koarktatio aortae, duktus arteriosus Botalli persistens, defek septum serambi dan bilik, serta stenosis pulmonalis. Penderita tetralogi Fallot biasanya tidak sampai mencapai usia dewasa kecuali apabila penyakit jantungnya dioperasi. Pada umunya penderita kelainan jantung bawaan tidak mengalami kesulitan dalam kehamilan asal penderita tidak sianosis dan tidak menunjukkan gejala-gejala lain di luar kehamilan.
Penyakit jantung bawaan dibagi atas : 
a.       Golongan sianotik (right to left shunt)
b.      Golongan asianotik (left to right shunt)
c.       Penyakit jantung hipertensi
Penyakit jantung hipertensi sering dijumpai pada kehamilan, terutama pada golongan usia lanjut dan sulit diatasi. Apapun dasar penyakit ini, hipertensi esensial, penyakit ginjal atau koaktasio aorta, kehamilan akan mendapat komplikasi toksemia pada 1/3 jumlah kasus disertai mortalitas yang tinggi pada ibu maupun janin. Tujuan utama pengobatan penyakit jantung hipertensi adalah mencegah terjadinya gagal jantung. Pengobatan ditujukan kepada penurunan tekanan darah dan control terhadap cairan dan elektrolit.
Perubahan tersebut disebabkan oleh :
a.    Hipervolemia: dimulai sejak kehamilan 8 minggu dan mencapai puncaknya pada 28-32 minggu lalu menetap.
b.    Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh karena pembesaran rahim.
Dalam kehamilan :
a.       Denyut jantung dan nadi: meningkat
b.      Pukulan jantung meningkat.
c.       Tekanan darah menurun sedikit.
Maka dapat dipahami bahwa kehamilan dapat memperbesar penyakit jantung bahkan dapat menyebabkan payah jantung (dekompensasi kordis). Frekuensi penyakit jantung dalam kehamilan berkisar antara 1-4%. Pengaruh kehamilan terhadap penyakit jantung, saat-saat yang berbahaya bagi penderita adalah :
a.       Pada kehamilan 32-36 minggu, dimana volume darah mencapai puncaknya (hipervolumia).
b.      Pada kala II, dimana wanita mengerahkan tenaga untuk mengedan dan memerlukan kerja jantung yang berat.
c.       Pada Pasca persalinan, dimana darah dari ruang intervilus plasenta yang sudah lahir, sekarang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu.
d.      Pada masa nifas, karena ada kemungkinan infeksi
C.    Pengaruh Penyakit Jantung Terhadap Kehamilan
         Akibat penyakit jantung dalam kehamilan, terjadi peningkatan denyut jantung pada ibu hamil  dan semakin lama jantung akan mengalami kelelahan. Akhirnya pengiriman oksigen dan zat makanan dari ibu ke janin melalui ari – ari menjadi terganggu dan jumlah oksigen yang diterima janin semakin  lama akan berkurang. Janin  mengalami gangguan pertumbuhan  serta  kekurangan oksigen. 
         Sebagai akibat lanjut ibu hamil berpotensi mengalami keguguran, kelahiran prematur (kelahiran sebelum cukup bulan), lahir dengan Apgar  rendah atau lahir meninggal,dan kematian janin dalam rahim (KJDR). Terutama bila selama kehamilannya sang ibu tidak mendapat penanganan pemeriksaan kehamilan  dan pengobatan dengan tepat.
D.    Tanda dan Gejala
Berikut tanda dan gejala penyakit jantung
1.   Mudah lelah
2.   Nafas terengah-engah
3.   Ortopnea (pernafasan sesak, kecuali dalam posisi tegak)
4.   Batuk malam hari
5.   Hemoptisis
6.   Sinkop
7.   Nyeri dada
8.   Riwayat keluarga
E.     Diagnosis
          Burwell dan metcalfe mengajukan 4 kriteria ,satu diantaranya sudah cukup untuk membuat diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan.
1.   Bising diastolik,persistolik atau bising jantung terus menerus
2.   Pembesaran jantung yang jelas
3.   Bising jantung yang nyaring
4.   Aritmia yang berat
F.     Pemeriksaan Penunjang
1.   Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab   pertanyaan rang spesifik. 
2.   Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi, termasuk Doppler sangat aman dan tanpa risiko terhadap ibu dan janin. Pemeriksaan tranesofageal ekokardiografi pada wanita hamil tidak dianjurkan karena risiko anestesi selama prosedur pemeriksaan radiografi. Semua pemeriksaan radiografi harus dihindarkan terutama pada awal kehamilan. Pemeriksaan radiografi mempunyai risiko terhadap organogenesis abnormal pada janin, atau malignancy pada masa kanak-kanak terutama leukemia. Jika pemeriksaan sangat diperlukan sebaiknya dilakukan pada kehamilan lanjut, dosis radiasi seminimal mungkin dan perlindungan terhadap janin seoptimal mungkin.
3.   Radionuklide
Beberapa pemeriksaan radionuklide akan mengikat albumin dan tidak akan mencapai fetus, pemisahan akan terjadi dan eksposure terhadap janin mungkin terjadi. Sebaiknya pemeriksaan ini dihindarkan. Adakalanya pemeriksaan ventilasi pulmonal/perfusi scan atau scan perfusi miokard thallium diperlukan saat kehamilan. Diperkirakan eksposur terhadap fetua rendah.
4.   Magnetic Resonance Imaging
Meskipun tidak tersedia informasi mengenai keamanan prosedur MRI pada evaluasi wanita hamil dengan kehamilan, dilaporkan tidak didapati efek fetal yang merugikan bila digunakan pada tujuan yang lain. Pemeriksaan ini mesti dihindarkan pada wanita dengan implantasi pacu jantung atau defibrillator.
G.    Penatalaksanaan pada Kehamilan
1.    Memberikan pengertian kepada ibu hamil untuk melaksanakan pengawasan  antenatal yang teratur.
2.    Kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau kardiolog.
3.    Pencegahan terhadap kenaikan berat badan dan retensi air yang berlebihan. Jika terdapat anemia, harus diobati.
4.    Timbulnya hipertensi atau hipotensi akan memberatkan kerja jantung, hal ini harus diobati.
5.    Bila terjadi keluhan yang agak berat, seperti sesak napas, infeksi saluran pernapasan, dan sianosis, penderita harus dirawat di rumah sakit.
6.    Skema kunjungan antenatal yaitu setiap 2 minggu menjelang kehamilan 28 minggu dan 1 kali seminggu setelahnya.
7.    Harus cukup istirahat, cukup tidur, diet rendah garam, dan pembatasan jumlah cairan.
8.    Pengobatan khusus bergantung pada kelas penyakit :
a.       Kelas I 
Tidak memerlukan pengobatan tambahan.
b.      Kelas II
Biasanya tidak memerlukan terapi tambahan. Mengurangi kerja fisik terutama antara kehamilan 28-36 minggu.
c.       Kelas III 
Memerlukan digitalisasi atau obat lainnya. Sebaiknya dirawat di rumah sakit sejak kehamilan 28-30 minggu.
d.      Kelas IV 
Harus dirawat di rumah sakit dan diberikan pengobatan, bekerjasama dengan kardiolog. Penatalaksanaan Pada Persalinan
Penderita kelas I dan kelas II biasanya dapat meneruskan kehamilan dan bersalin per vaginam, namun dengan pengawasan yang baik serta kerjasama dengan ahli penyakit dalam. Penderita kelas III dan IV tidak boleh hamil karena kehamilan sangat membahayakan jiwanya. Bila hamil, segera konsultasikan ke dokter ahli atau sedini mungkin abortus buatan medikalis. Pada kasus tertentu tubektomi. Bila tidak mau sterilisasi, dianjurkan memakai kontrasepsi yang baik adalah IUD (AKDR). Penatalaksanaan kelas III dan IV, pada penyakit yang tidak terlalu parah, dianjurkan analgesia epidural. Kelahiran pervaginam dianjurkan pada sebagian besar kasus yang ada indikasi obstetrinya. Keputusan untuk melakukan SC juga harus mempertimbangkan penyakit jantung spesifiknya, kondisi ibu keseluruhan, ketersediaan dan pengalaman ahli anestesi, serta fasilitas yang ada.
H.    Pada Masa Nifas
1.    Setelah bayi lahir, pederita dapat tiba-tiba jatuh kolaps, yang disebabkan darah tiba-tiba membajiri tubuh ibu sehingga kerja jantung menjadi sangat bertambah. Perdarahan merupakan komplikasi yang cukup berbahaya.
2.    Karena itu penderita harus tetap diawasi dan dirawat sekurang-kurangnya 2 minggu setelah bersalin.
I.       Pada Masa Laktasi
1.    Laktasi diperbolehkan pada wanita dengan penyakit jantung kelas I dan II yang sanggup melakukan kerja fisik.
2.    Laktasi dilarang pada wanita dengan penyakit jantung kelas III dan IV.

J.       Patofisiologi
         Wanita normal yang mengalami kehamilan akan mengalami perubahan fisiologik dan anatomik pada berbagai sistem organ yang berhubungan dengan kehamilan akibat terjadi perubahan hormonal di dalam tubuhnya, Perubahan yang terjadi dapat mencakup sistem gastrointestinal, respirasi, kardiovaskuler, urogenital, muskuloskeletal dan saraf Perubahan yang terjadi pada satu sistem dapat saling memberi pengaruh pada sistem lainnya dan dalam menanggulangi kelainan yang terjadi harus mempertimbangkan perubahan yang terjadi pada masing-masing sistem, Perubahan ini terjadi akibat kebutuhan metabolik yang disebabkan kebutuhan janin, plasenta dan rahim.
         Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan termasuk sistem kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sukar dibedakan dari gejala penyakit jantung. Keadaan ini yang menyebabkan beberapa kelainan yang tidak dapat ditoleransi pada saat kehamilan. Pada wanita hamil akan terjadi perubahan hemodinamik karena peningkatan volume darah sebesar 30-50% yang dimulai sejak trimester pertama dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32-34 minggu dan menetap sampai aterm. Sebagian besar peningkatan volume darah ini menyebabkan meningkatnya kapasitas rahim, mammae, ginjal, otot polos dan sistem vascular kulit dan tidak memberi beban sirkulasi pada wanita hamil yang sehat. Peningkatan volume plasma (30-50%) relatif lebih besar dibanding peningkatan sel darah (20-30%) mengakibatkan terjadinya hemodilusi dan menurunya konsentrasi hemoglobin. Peningkatan volume darah ini mempunyai 2 tujuan yaitu pertama mempermudah pertukaran gas pernafasan, nutrien dan metabolik ibu dan janin dan kedua mengurangi akibat kehilangan darah yang banyak saat kelahiran. Peningkatan volume darah ini mengakibatkan cardiac output saat istirahat akan meningkat sampai 40%. Peningkatan cardiac output yang terjadi mencapai puncaknya pada usia kehamilan 20 minggu. Pada pertengahan sampai akhir kehamilan cardiac output dipengaruhi oleh posisi tubuh. Sebagai akibat pembesaran uterus yang mengurangi venous return dari ekstremitas bawah.
K.    Konsep dasar manajemen kebidanan
         Proses manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah. Proses ini merupakan sebuah metode dengan pengorganisasian pemikiran dan tindakan-tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Proses ini menguraikan bagaimana perilaku yang diharapkan dari pemberi asuhan.Proses manajemen ini bukan hanya terdiri dari pemikiran dan tindakan saja melainkan juga perilaku pada setiap langkah agar pelayanan yang komprehensif dan aman dapat tercapai . Dengan demikian proses manajemen harus menuruti urutan yang logis dan memberikan pengertian yan menyatukan pengetahuan, hasil temuan,dan penilaian yang terpisah-pisah menjadi satu kesatuan yang berfokus pada manajemen klien.
         Proses manajemen langkah varney terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dimana setiap langkah disempurnakan secara periodik.Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun.

IBU HAMIL DENGAN DIABETES MELITUS



   Pengertian
Diabetes melittus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasukan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.Glukosa dapat difusi secara secara tetap melalui plasenta pada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar dalam darah ibu.Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar dalam janin. Pengendalian yang utama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain yaitu estrogen, steroid, plasenta laktogen.Akibat lambatnya resorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat mencapai 3 kali dari keadaan normal yang disebut: tekanan diabetogenik dalam kehamilan. Secara fisiologis telah terjadi retensi insulin yaitu bila ditambah dengan estrogen eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemia. Yang menjadi masalah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia / diabetes kehamilan. Retensi insulin juga disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen yang mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi afinitas insulin.
B.   Klasifikasi
1.    DM Tipe 1 (IDDM) Insulin dependent diabetes mellitus atau tergantung insulin (T1) yaitu kasus yang memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
2.   DM Tipe 11 (NIDDM) Non insulin dependent diabetes mellitus atau tidak tergantung insulin (TT1) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
3.   Diabetes tipe lain.
4.   Diabetes mellitus gestasional (DMG) yaitu diabetes yang hanya timbul dalam kehamilan.
C.   Etiologi
Etiologi Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006, Yaitu :
1.    Genetik
2.   Faktor autoimun setelah infeksi mumps, rubella dan coxsakie B4.
3.   Meningkatnya hormon antiinsulin seperti GH, glukogen, ACTH, kortisol, dan epineprin.
4.   Obat-obatan.
D.   Patogenesis
1.    Pada penyakit DM 1 didapat kerusakan (dekstruksi) sel beta pankreas dengan akibat menurunnya produksi insulin  penggunaan glukosa sebagai energi terganggu  tubuh menggunakan lemak dan protein sebagai sumber energi. Metabolisme tidak sempurna  ketosis dan ketoasidosis.
2.   Pada penyakit DM 11 didapat retensi insulin  fungsi insulin menurun. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi ini sepenuhnya sehingga terjadi defisiensi relatif insulin.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrindan karbohidrat sehingga terjadi inadekuatnya pembentukan dan penggunaan insulin yang berfungsi memudahkan glukosa berpindah ke dalam sel-sel jaringan. Tanpa insulin yang adekuat, glukosa tidak dapat memasuki sel-sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan tetap berada dalam daerah sehingga kadar glukosa darah meningkat di atas batas normal yang menyebabkan air tertarik dari sel-sel ke dalam jaringan/darah sehingga terjadi dehidrasi seluler. Tingginya kadar glukosa darah menyebabkan ginjal harus mengsekresikannya melalui urine dan bekerja keras sehingga ginjal tidak dapat menanggulanginya sebab peningkatan laju filter glonurulus dan penurunan kemampuan tubulus renalif profesional/renalis untuk mereabsorbsi glukosa. Hal ini meningkatkan tekanan osmotik dan mencegah reabsorbsi air oleh tubulus ginjal yang menyebabkan dehidrasi ekstreaoseluler.
Karena glukosa dan energi dikeluarkan dari tubuh bersama urine, tubuh mulai menggunakan lemak dan protein untuk sumber energi yang dalam prosesnya menghasilkan keton dalam darah. Pemecahan lemak dan protein juga menyebabkan lelah, lemah, gelisah yang dilanjutkan dengan penurunan berat badan mendadak ditambah terbentuknya keton akan cepat berkembang keadaan koma dan kematian.
E.   Tanda dan gejala klinis
Tanda dan gejala klinis patogenesis Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006, Yaitu sebagai berikut :
1.     Polifagia.     8. Mata kabur .
2.     Poliuria.      9. Pruritus vulva.
3.     Polidipsi.     10. Ketonemia.
4.     Lemas.       11. Glikosuria.
5.     BB menurun. 12. Gula darah 2 jam pp > 200 mg/dl.
6.     Kesemutan.  13. Gula darah sewaktu > 200 mg/dl.
7.     Gatal.        14. Gula darah puasa > 126 mg/dl.
Cara pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO)
1.    Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2.   Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3.   Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4.   Periksa glukosa darah puasa.
5.   Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam 5 menit.
6.   Pariksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
7.   Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
F.   Pengaruh diabetes gestasional
Meskipun tanpa gejala, bila tidak diadakan pengendalian kadar gula maka diabetes mellitus gestasional akan menimbulkan dampak bagi ibu maupun pada janin.
1.    Pengaruh DM terhadap kehamilan.
a.   Abortus dan partus prematurus.
b.   Pre eklamsia.
c.    Hidroamnion.
d.   Insufisiensi plasenta.
2.   Pengaruh DM terhadap janin/bayi.
a.   Kematian hasil konsepsi dalam kehamilan muda mengakibatkan abortus.
b.   Cacat bawaan.
c.    Dismaturitas.
d.   Janin besar (makrosomia)
e.   Kematian dalam kandungan.
f.    Kematian neonatal.
g.   Kelainan neurologik dan psikologik.
G.   Penatalaksanaan
1.    Mangatur diet.
Diet yang dianjurkan pada bumil DMG adalah 30-35 kal/kg BB, 150-200 gr karbohidrat, 125 gr protein, 60-80 gr lemak dan pembatasan konsumsi natrium. Penambahan berat badan bumil DMG tidak lebih 1,3-1,6 kg/bln. Dan konsumsi kalsium dan vitamin D secara adekuat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam diit diabetes mellitus sebagai berikut:
a.   Diit DM harus mengarahkan BB ke berat normal, mempertahankan glukosa darah sekitar normal, dapat memberikan modifikasi diit sesuai keadaan penderita misalnya penderita DMG, makanan disajikan menarik dan mudah diterima.
b.   Diit diberikan dengan cara tiga kali makan utama dan tiga kali makanan antara (snack) dengan interval tiga jam.
c.    Buah yang dianjurkan adalah buah yang kurang manis, misalnya pepaya, pisang, apel, tomat, semangka, dan kedondong.
d.   Dalam melaksanakan diit sehari-hari hendaknya mengikuti pedoman 3J yaitu ;
J1 ; Jumlah kalori yang diberikan harus habis.
J2 ; Jadwal diit harus diikuti sesuai dengan interval.
J3 ; Jenis makanan yang manis harus dihindari.
e.   Penentuan jumlah kalori
Untuk menentukan jumlah kalori penderita DM yang hamil/menyusui secara empirik dapat digunakan umus sebagai berikut ;
( TB – 100 ) x 30 T1 + 100 T3 + 300
T2 + 200 L + 400
Ket : TB : Tinggi badan. T3 : Trimester III
T1 : Trimester I    L : Laktasi/menyusui
T2 : Trimester II
2.   Penatalaksanan Diabetes Melitus terhadap ibu hamil menurut Kapita Selekta, Jilid II, 2006. yaitu sebagai berikut :
Daya tahan terhadap insulin meningkat dengan makin tuanya kehamilan, yang dibebaskan oleh kegiatan antiinsulin plasenta. Penderita yang sebelum kehamilan sudah memerlukan insulin diberi insulin dosis yang sama dengan dosis diluar kehamilan sampai ada tanda-tanda bahwa dosis perlu ditambah atau dikurangi. Perubahan-perubahan dalam kehamilan memudahkan terjadinya hiperglikemia dan asidosis tapi juga manimbulkan reaksi hipoglikemik. Maka dosis insulin perlu ditambah/dirubah menurut keperluan secara hati-hati dengan pedoman pada 140 mg/dl. Pemeriksaan darah yaitu kadar post pandrial < 140 mg/dl
Terutama pada trimester I mudah terjadi hipoglikemia apabila dosis insulin tidak dikurangi karena wanita kurang makan akibat emisis dan hiperemisis gravidarum. Sebaliknya dosis insulin perlu ditambah dalam trimester II apabila sudah mulai suka makan , lebih-lebih dalam trimester III.
Selama berlangsungnya persalinan dan dalam hari-hari berikutnya cadangan hidrat arang berkurang dan kebutuhan terhadap insulin barkurang yang mengakibatkan mudah mengalami hipoglikemia bila diet tidak disesuaikan atau dosis insulin tidak dikurangi. Pemberian insulin yang kurang hati-hati dapat menjadi bahaya besar karena reaksi hipoglikemik dapat disalah tafsirkan sebagai koma diabetikum. Dosis insulin perlu dikurangi selama wanita dalam persalinan dan nifas dini. Dianjurkan pula supaya dalam masa persalinan diberi infus glukosa dan insulin pada hiperglikemia berat dan keto asidosis diberi insulin secara infus intravena dengan kecepatan 2-4 satuan/jam untuk mengatasi komplikasi yang berbahaya.
3.   Penanggulangan Obstetri
Pada penderita yang penyakitnya tidak berat dan cukup dikuasi dengan diit saja dan tidak mempunyai riwayat obstetri yang buruk, dapat diharapkan partus spontan sampai kehamilan 40 minggu. lebih dari itu sebaiknya dilakukan induksi persalinan karena prognosis menjadi lebih buruk. Apabia diabetesnya lebih berat dan memerlukan pengobatan insulin, sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini sebaiknya kehamilan 36-37 minggu. Lebih-lebih bila kehamilan disertai komplikasi, maka dipertimbangkan untuk menghindari kehamilan lebih dini lagi baik dengan induksi atau seksio sesarea dengan terlebih dahulu melakukan amniosentesis. Dalam pelaksanaan partus pervaginam, baik yang tanpa dengan induksi, keadaan janin harus lebih diawasi jika mungkin dengan pencatatan denyut jantung janin terus – menerus.